Selasa, 26 Maret 2013

Piknik Ala Anak SD : Seaworld


Kemana saja, yang penting jalan-jalan. Setelah 3 minggu berturut-turut tidak merasakan libur di hari sabtu, juga minggu. Rasanya aku benar-benar butuh liburan. Bukan libur yang tinggal di rumah saja, tapi jalan-jalan, harus. Dulu, ketika masih kuliah aku pernah merasa heran dengan beberapa teman yang aku anggap memiliki tenaga extra. Sudah bekerja full 5/7 hari, 8/24 jam, dia selalu masih punya tenaga untuk main di akhir pekan. Dalihnya, 5 hari itu kan sudah duduk saja, capek pikiran bukan capek badan. Jadi kalo akhir pekan harus main, buat refreshing. Ternyata dia benar, sekarang aku merasakannya (membutuhkannya).

Namun, Jakarta bukan tempat yang menawarkan banyak tempat wisata yang menarik, hanya pusat perbelanjaan yang paling banyak, sehingga bingung mau kemana, akhirnya kami memutuskan main ke tempat yang belum pernah kami kunjungi, Seaworld di kawasan Ancol.

Piknik ala anak SD nih, begitu pikirku begitu mendengar kata Seaworld, dan hal itu terbukti ketika mengantri membeli tiket, paling banyak adalah pasangan ibu, bapak, beserta anak mereka. Haha, banyak anak kecil. Okey, tak apa. :D


 Setelah merasakannya sendiri, ternyata keindahan seaworld tidak seperti yang banyak diiklankan di Televisi. Ekspektasinya, aku akan merasakan berjalan di bawah laut, di rongga yang seperti selang, dengan warna air biru cerah di sekelilingnya. Tetapi ternyata, kami berada di akuarium raksasa, dengan 15 ribu liter air, dan 35 ribu spesies ikan. Walau begitu, tetap menyenangkan rasanya melihat sejumlah ikan-ikan besar, Ikan pari, hiu, melintas di atas kepala, seperti berjalan didalam air. Hanya satu yang disayangkan, warna airnya, agak keruh dan semu hijau.

Akuarium Utama

Penyu berenang mengejekku

Ikan "Dory" :)
Selesai berkeliling, aku tertarik dengan kerumunan orang di dekat 'jendela' akuarium utama. Ternyata, pukul 14.00 adalah waktu bagi ikan-ikan di akuarium utama tersebut untuk diberi makan, proses pemberian makan tersebut ternyata dijadikan atraksi tersendiri, karena waktu itu ikan akan berkumpul mendekati para penyelam yang membawa makanan, dan proses tersebut bisa kami lihat melalui 'jendela' itu.  Sembari menunggu para penyelam masuk, acara di pandu oleh seorang MC, yang bertugas menjelaskan acara pemberian makan ini. Kemudian sambil bercanda-canda dan menawarkan hadiah, MC meminta salah seorang anak kecil maju kedepan.


Aji namanya, aku menaksir usianya mungkin 3-4 tahun, sudah lancar berbicara, tapi sepertinya lebih banyak dia belum tahu apa yang dia sendiri bicarakan. :D
"Aji datang kesini sama siapa?" MC bertanya.
"Sama ibu, ayah, adik" jawab Aji polos.
"Ayah, ibu, adik itu siapa nya Aji? Keluarga ya?"
"emmm...Iya"
"Wah, berarti Aji sudah berkeluarga dong"
"Iya" Masih dengan muka polos, dan *grrrr* hadirin sudah mulai tertawa.
"Kalo sudah berkeluarga, anaknya ada berapa?" ternyata MC itu memang sengaja bercanda.
" Satu"
"Wah, kalo istri? Ada berapa?"
" Dua" Grrrrrr, penonton  mulai tertawa.
"Wah, poligami yah, kalo cucu nya berapa?"
"Sembilan" terdengar seluruh penonton tertawa.

Haha, betapa polosnya jawaban Aji, tapi entah bagaimana pas dengan yang dimaksud MC. Sepertinya piknik ala anak SD ini cocok untukku. :D

Acara berlanjut, Aji sudah memperoleh sticker Seaworld yang dia inginkan, kemudian, para penyelam sudah masuk ke dalam, dan yang selanjutnya adalah menonton aksi pemberian makan tersebut.


Selesai sudah, kemudian kami keluar.
Oh ya, Satu lagi yang kuingat. Aku memuji strategi mereka dalam mengelola tempat ini, yaitu ketika keluar. Pintu keluar dari area Akuarium didesign langsung masuk ke toko aneka souvenir, seperti boneka binatang, T-shirt dan lain-lain. Kalo misalnya aku berusia 4-8 tahun pasti aku akan langsung  meminta ibu untuk membelinya. Benar-benar strategi tepat yang menjual.

Kamis, 21 Maret 2013

Reminder

Sebuah pameran foto di Solo Grand Mall, pada suatu waktu setelah menghadiri pernikahan teman




Hari ini awalnya merupakan hari yang biasa, sebagaimana layaknya rutinitas hari kerja. Hingga temanku, yang sudah menikah, yang usianya 1 tahun lebih muda dari ku, mem-forward sebuah artikel yang dia baca.

"Ini cocok buat mbak Ari baca nih.." ujarnya.

Intinya, artikel itu bercerita tentang seorang pemuda yang masih kuliah dan bekerja sambilan yang memiliki niat untuk menikah. Tidak diperbolehkan orang tuanya menikah karena alasan ekonomi, tetapi dia berkeyakinan dia merasa sudah mampu untuk menikah. Bukan karena sudah ada pasangan yang memintanya tetapi karena ia rasa sudah saatnya. Hingga ia akhirnya mendapat restu orang tua, menemukan pasangan yang cocok, akhirnya dia menikah dalam keadaan kekurangan, terus sampai hidupnya sudah mapan memiliki anak dan pekerjaan yang tetap. Asal ada niat, bisa. Begitu pesan yang aku tangkap.

Selesai membaca, aku hanya menoleh dan tersenyum.

Kemudian siang berlalu, menjelang sore aku ke dapur, mendapati bapak, salah satu karyawan yang berusia seumur bapakku, berkata "Biar cepet ketemu jodoh yah?" sebagai balasan ketika aku berkata aku sedang berpuasa hari ini. Wah, kembali ke topik ini. Kemudian Bapak tersebut bertanya umurku (yang kemudian aku jawab 24), dan mengatakan umurku sudah sewajarnya untuk menikah. "Puasa yang rajin mbak, biar dimudahkan" bapak itu menambahkan.

Kembali ke mejaku, aku ingat tadi siang aku mengunjungi sebuah blog, yang oleh penulisnya di khususkan untuk bercerita tentang persiapan pernikahannya. Kebetulan aku adalah pembaca setia blog nya yang lain secara diam-diam. Aku sangat kagum pada kehidupan penulisnya yang lahir di tahun yang sama dengan kelahiranku, tetapi sudah mencapai banyak hal yang hingga saat ini aku pun masih mengeja bahkan hanya untuk mengatakannya.

Membaca perjalanan hidupnya saja sudah begitu menyenangkan, dan sangat menarik, aku sangat penasaran bagaimana rasanya jika menjadi tokoh yang menajalaninya. Hingga kemudian hari ini, aku menemukan jurnal khususnya (dan pasangannya) yang menceritakan tentang persiapan pernikahannya. Pasangan Arsitek dan Perencana tata kota. Bahkan dari kartu souvenir dan undangannya pun mereka design sendiri, nyeni, dan filosofis. Ada alasan dalam setiap pemilihan. Bagus dan unik. Sebagai catatan dia menambahkan list yang harus dilakukan H-365 yang harus dilakukan menjelang pernikahan. Persiapan acara pernikahan itu sudah dimulai 1 tahun sebelum hari pernikahan meraka. Wow.

Maka, aku menafsirkannya begini, bahwa : butuh waktu jauuuh lebih dari 1 tahun untuk menentukan menikah. Persiapan acara pernikahan saja sudah  butuh waktu 1 tahun, belum dihitung persiapan diri, dan waktu untuk menemukan pasangan yang dirasa tepat. Sehingga  sepertinya jika diterapkan padaku -yang persiapannya masih dari sangat nol (baru mulai mencari pasangan yang tepat)- maka secara hitung kasar manusia, akan terjadi setelah jangka waktu sekian, yang mungkin bisa dikatakan lama. Huaaa *berteriak dalam hati* :D

Menikah, bagiku adalah sebuah kata manis, yang tentu saja aku inginkan. Tapi pernikahan adalah sebuah perjanjian besar antara sepasang hamba Tuhan dengan Tuhannya. Sehingga dengan menikah genaplah Agamanya. Menikah tidak bisa sebagai ajang percobaan, sehingga diputuskan dalam waktu sangat singkat, tetapi aku rasa juga bukan hal yang terlalu sulit hingga butuh persiapan waktu lebih dari 1 tahun bahkan hanya untuk persiapan acaranya.

Hal itu lebih seperti misteri, tentang bagaimana caranya,kapan waktu nya, dengan siapa. Komitmen besar pada diri sendiri, akan bersama dengan satu orang, itu saja hingga akhir hayat. Dengannya akan menghabiskan masa senja, dengannya membesarkan anak-anak, dengannya meraih mimpi-mimpi yang belum terlaksana, merasakan gelombang kehidupan, menerima kekurangannya, bahkan hingga belajar menyukai kebiasaan buruknya.

Dan hal tersebut tidak bisa diawali dengan niatan karena sudah malas sendiri, biar ada yang memperhatikan, karena sudah malas mencari yang lain , dan sederet alasan yang mengindikasikan malas dan kepasrahan lainnya. 

Aku ingin ketika aku memutuskan untuk menikah nanti, karena aku yakin, inilah saatnya, bahwa dia memang membutuhkan aku sebagai pelengkap hidupnya. Dan, untuk sampai pada saat itu, aku juga tidak yakin akankah membutuhkan waktu dalam hitungan tahun, atau mungkin secepat terbit dan terbenamnya matahari. Tuhan yang lebih tahu.

Jadi, tentang hari ini ...
Menikah? Okey, I'll take it as reminder.  *senyum*

 ***


Sembari menunggu waktu berbuka, 21 Maret 2013.

Senin, 18 Maret 2013

Dancing in Memories : Semarang

Semarang is just an excuses, the one that spend the time reminiscing, dancing in memories, is Me.

Setelah aku lihat album ku, ternyata semua sudah di hapus. 
Tak ada lagi kenangan yang tersisa seharusnya. 
Yah, memori ternyata hanya aku jadikan alasan untuk tidak bergerak maju ke depan. 
Aku terlalu senang mengingat, menari dalam kenangan. 
Aku yang seakan tidak mau beranjak. 
Ku katakan pada semua bahwa aku bergerak, aku maju. 
Tapi ternyata diriku sendiri yang jalan di tempat.

Menyadari hal ini, 
sekali lagi, 
aku ingin mengingat, 
mengumpulkan yang terserak, 
merapihkannya, 
untuk  kemudian aku simpan, dan ku tutup kotaknya. 


Aku harus beranjak.

Kamis, 14 Maret 2013

Ingin Pulang

Saat saat seperti ini  
Pintu telah terkunci 
Lampu telah mati  
Kuingin pulang  
Tuk segera berjumpa denganmmu

Waktu waktu seperti ini  
Di dalam selimut harapkan mimpi  
Bayangan pulang 
Tuk segera berjumpa denganmu
 
Kuingin kau tahu  
Kubergetar merindukanmu 
Hingga pagi menjelang

Sesaat mata terpejam  
Tirai imagi membuka  
Semakin ku terlelap  
Semakin jelas hangat senyuman 
Tak ingin terjaga sampai aku pulang

Sheila On 7- Ingin Pulang

***

All I want to do, just, go home, then tell you everything Mom. But, I can't.

Rabu, 06 Maret 2013

Kota Bertuah


 Blessing in disguise, bisa dikatakan begitu. Sebenarnya, perjalananku kemarin ke kota bertuah, utamanya adalah karena pekerjaan.  Aku senang karena kota itu merupakan kota yang belum pernah aku kunjungi, dan lagi, kakiku ini, yang biasanya hanya menjejak bumi jawa, kini (akhirnya) menjejak bagian bumi lain, yaitu tanah sumatera. Di kota dengan plat nomor BM ini aku akhirnya mengawali perjalananku mencoba mengelilingi Indonesia.
Plat BM? Ya. Riau - Pekanbaru

 Untungnya, dalam kunjungan singkatku ke Pekanbaru (baca: 2 hari). Aku masih diberi waktu berjalan-jalan, yah setidaknya berkeliling kota. Sebenarnya, inginku, yang namanya jalan-jalan (apalagi di kota yang belum pernah aku kunjungi) seharusnya aku berkeliling menggunakan kendaraan umum setempat, mampir di tempat-tempat yang menjadi land mark kota tersebut, mengabadikan setiap moment dengan berfoto (haha, yang ini harus), yaah, semacam backpacker itu, alih-alih menginap di hotel, dan jalan-jalan mengendarai Honda Civic yang sangat manis ini dan hanya duduk manis di belakang sambil melihat takjub ke jendela.


Tapi tak apa, bersyukur, bisa menjejakkan kaki disini, dan ini beberapa yang sempat tertangkap oleh kamera Optimus-ku. 


Masjid Agung An-Nur Pekanbaru

Entah, aku yang tidak bisa menangkap suasana, atau bagaimana, bagiku kota ini hampir sama saja seperti solo, atau jogja, kalau dilihat dari masih banyaknya pepohonan, minus macet tentu saja. Tapi entah kenapa, aku ingin mengatakan kota ini mirip dengan wonosobo. Mungkin karena aku melihat kota ini dari jendela kamar hotel, atau jendela mobil yang sejuk tentu saja, karena ber-AC. Ternyata setelah berjalan keluar, Pekanbaru ini panas, mudah sekali berkeringat hanya dengan berjalan kaki sebentar saja. Ah, iya, tentu saja, kota ini memang sudah mendekati garis equator, pasti kelembaban tinggi sehingga membuat kita mudah berkeringat.

Salam sore dari Pangeran

Aku bukan ahlinya tentu saja, tapi aku ingin menilai kota ini dari gaya bangunannya. Seperti kota-kota di Bali yang khas dengan Pura nya dan gaya bangunan ke-Hindu-Hindu-an. Pada beberapa bangunan di Pekanbaru, ke-khas-an yang bisa aku tangkap adalah pada bagian ini.

Jika di Jogja, nama jalan ditampilkan beserta huruf jawa, di Bandung (kata teman) beserta huruf Sunda, maka di Pekanbaru nama jalan ditampilkan juga dengan huruf arab.

Sepertinya, kota ini juga terpengaruh dengan bahasa melayu, aku menemukan beberapa kata lucu yang, sayangnya tidak tertangkap kamera. Aku melihat warung dengan info menu:  sedia mie ayam dan Tulang Rusuk . Tulang Rusuk? Mungkin maksudnya iga? Haha. Kemudian kata pabrik ponsel, sepertinya untuk mengganti kata Counter hape. :D

 Terakhir perjalananku ditutup dengan makan durian lokal pekanbaru yang, emm, tebal dagingnya, enak! Lalu jalan-jalan ke Pasar Bawah, yah, perlu sedikit tambahan kenang-kenangan pernah di Pekanbaru bukan? Sebenarnya tidak ada yang menarik hati untuk aku beli, tapi mungkin saja orang lain akan suka. Jadi kuhabiskan sisa waktu untuk berbelanja, istirahat sebentar, dan ... Kembali terbang ke Jakarta. Pulang. Baru kali ini aku berkata "pulang" untuk Jakarta.

***


Dan tak perlu kau risaukan
 ujung perjalanan ini 

(Sahabat Sejati - Sheila On 7)

Minggu, 03 Maret 2013

Pengalaman pertama


Tanpa harus menjadi burung, aku pun bisa terbang

First flight on that day, 06. 30 March 2nd 2013, first flight on 24 years my age.

Seperti soto atau sup yang enak dimakan ketika masih panas, atau berita yang enak dibahas ketika masih baru. Sensasi pertama pun juga lebih mudah diceritakan ketika masih baru kemarin terjadi. Dengan duduk di posisi yang tepat, Alhamdulillah aku bisa mengambil beberapa gambar yang aku ingin dari pengalaman 'pertama' ini.

Berada di atas awan, bahkan burung pun sepertinya tidak terbang setinggi ini

Sungguh manusia sangat beruntung karena telah mengenal alat transportasi ini. Menempuh perjalanan lebih dari 600 km dalam waktu hanya 1,5 jam. Entah itu Ibnu Firnas, atau siapapun yang menginspirasi Wright bersaudara untuk menciptakan pesawat, aku bersyukur Allah telah memberikan ilham pada mereka hingga akhirnya model pesawat komersial ini tercipta. Sehingga aku, dan banyak orang lain bisa merasakan (setidaknya membayangkan) rasanya menjadi burung, walaupun tidak punya sayap. Merasakan betapa kecilnya manusia dibanding luasnya dunia. Sungguh manusia itu bukan apa apa, tak ada yang perlu disombongkan apa lagi dibanggakan.


Garis horizon [?]
Sepertinya anak gunung krakatau -aku tidak yakin-

Perjalanan pulangku, aku sudah membayangkan akan mendapat gambar perfect sunset dari atas awan, karena perjalanan pulang terjadwal pukul 16.30 dari Pekanbaru  dan tiba di Jakarta pukul 18.10. Menjelang matahari tenggelam. Sayangnya, aku tidak mendapat nomor seat di samping jendela. Awalnya aku berharap barisku hanya berisi 2 orang sehingga aku bisa pindah tepat disisi jendela. Tapi, ternyata seat itu terisi. Ya sudahlah, pemandangan sunset 'perfect' diatas awan itu, hanya terekam dalam memori saja. Tetapi tetap berkesan. :)

Terimakasih Tuhan, telah membawa jalan hidupku menjadi seperti ini, sampai menjadi seperti saat ini.