Minggu, 27 Desember 2015

Seperti danau, selamanya




First love comes a bit rush.
Seperti sungai, Alirannya menghentak-hentak. 
Terburu-buru dan tanpa kalkulasi, terjun bebas pada kesempatan pertama.
Ketika tersadar, kau sudah terlalu lelah untuk mencerna.

The next one comes in solemnly flow.
Seperti danau, alirannya tenang, tapi dalam. 
Ia datang perlahan dengan berbagai perhitungan. 
Saujana yang dirindukan.
Membuatmu terlalu nyaman, dan tak ingin beranjak.
Selamanya.

Minggu, 28 Juni 2015

La tansa : Aku tidak lupa

Teringat aku dengan hari-hari semasa akhir duduk di bangku SD dan SMP. Saat itu  aku menghabiskan waktu libur kenaikan kelas lima SD dengan ikut menginap di tempat kos bulik Rob (Adik bungsu Mama) yang sedang kuliah di Yogyakarta. Disana aku menemukan tumpukan majalah Annida. Masa itu adalah masa ketika majalah masih banyak dikoleksi dan cerita bersambung masih menarik perhatian pembacanya. Diantara berbagai koleksi cerita, serial dan cerbung di majalah itu, ada satu cerita serial yang menarik perhatianku. Serial itu berjudul La tansa cafe ditulis oleh Nurul F Huda. Sekali membaca aku langsung suka dengan tokoh-tokohnya. Tentu saja, setelahnya aku membongkar tumpukan majalah Annida demi membaca satu-satu serialnya di setiap edisi. Karena adanya serial itu pula aku melanjutkan mengoleksi Majalah tersebut sampai SMP, walaupun nggak lengkap juga, sih. Akhirnya aku seperti mengenal tokoh-tokoh dan cafe tersebut. Singkatnya, Latansa male cafe adalah tempat tongkrongan anak muda. Usaha itu dibangun oleh 5 mahasiswa yang tinggal di Jogja. Kafe itu adalah Kafe khusus laki-laki, dan dikelola oleh Hari, sang manager, Adjie yang tampan dan kaya, Arief, yang bijak, Jimmy, bendahara yang perhitungan, dan Fely, pria tipe metroseksual yang pandai menyanyi. Dalam bayanganku waktu itu mereka adalah mahasiswa keren yang adorable dan-karena setiap bulan ada cerita baru tentang mereka-rasanya mereka memang nyata ada. Pada masa SMP sekitar tahun 2000-an, jamannya waktu itu idola remaja berkisar pada anggota band Sheila on 7 atau Westlife dan 'N Sync  yang waktu itu sedang tenar, aku memiliki idola lain yaitu 5 tokoh di serial itu. Seandainya mereka memang benar ada, sungguh waktu itu aku sangat mengidolakan dan ingin bertemu mereka. Aneh memang. Haha. Tapi tentu saja hal itu tidak berlangsung lama. Waktu berlalu, aku beranjak SMA, ada lebih banyak tokoh idola muncul dengan bertambahnya komik dan novel yang aku baca. Jadi bisa disimpulkan hobi masa remajaku adalah terpesona pada tokoh dari novel yang aku baca. *tepok jidat* :D Never ending day-dreaming.


***

Jauh hari setelah masa itu, melewati masa mengidolakan seseorang sesungguhnya didunia nyata, aku mengenal seseorang. Seseorang  yang setelah sekian lama berkomunikasi baru kuketahui ternyata dia pun mengelola sebuah depot makan jauh di sebuah kota di benua lain sana dengan nama Latansa juga.  Herannya depot lesehan itu juga semua personilnya laki-laki dan mahasiswa. Suatu saat dalam percakapan tentang kesehariannya itu dia menyertakan sebuah foto. 
  
Saat itu aku seperti tersengat aliran ingatan tentang serial La Tansa Cafe tersebut, teringat dengan rasa pengidolaanku pada tokoh-tokohnya. Cerita selanjutnya mengalir tentang keseharian utamanya tentang Latansa dan cerita-cerita dibaliknya. Mendengarnya aku tersenyum-senyum sendiri, "Aku jatuh hati dengan kebetulan ini." Ceritanya seperti membangunkan kembali naga mimpi yang sedang tertidur lama. Aku melihat tokoh  dalam mimpi siang bolong-ku dulu itu, pada dirinya. How coincidence it was

Eh, adakah yang benar-benar kebetulan di dunia ini?

Selasa, 26 Mei 2015

Tawang mangu : sebuah memoar

Bulan ini kami sekeluarga akhirnya menyempatkan mengunjungi kembali kota tempat dulu aku dan adik menghabiskan masa kanak-kanak, Tawang Mangu. Kembali setelah lima belas tahun itu rasanyaa... takjub! Aku tersenyum-senyum sendiri ketika kami berjalan menuju rumah kontrakan kami dulu. Setiap sudut gang itu adalah taman bermainku dan Rafi dulu.  Entah bagaimana perasaan Rafi, karena katanya dia sama sekali tidak ingat lingkungan itu, hanya beberapa katanya.









Hampir semua dilingkungan ini masih sama, hanya berubah lebih bagus. Grojogan Sewu, Pasar tawang mangu, Toko Saya, dan terminal masih ada dan berubah lebih bagus. Aku mengingat Toko Saya karena setiap sebulan sekali bapak mengunjungi kami (Mama, aku dan Rafi) pasti  mengajak beli es krim di Toko Saya.  Toko bangunan disamping gang sudah berubah menjadi koperasi. Rumah-rumah disana hanya beberapa yang mengalami perbaruan, ada juga bahkan yang ditinggalkan. Dalam perjalanan beberapa tetangga mengenali kami, mengenali Mama tentunya, sebagian besar sudah lupa wajahku dan Rafi  (tentu saja, aku Rafi umur 11 dan 3 waktu itu, muka kami pasti berubah). Cerita mengalir tentang bagaimana kami dulu, keseharian kami dan hal-hal yang berkesan yang masih teringat sampai sekarang. Tentang beberapa teman yang sudah pindah dan kemudian eyang-eyang yang sudah meninggal.  Aah... Jadi begini rasanya reuni setelah bertahun-tahun tak bertemu dan tak ada komunikasi.


"Aku nggak inget apa apa, mbak, tapi nggak tau seneng rasanya hari ini" kata Rafi. Ya, aku pun senang. Tawang mangu menempati sudut tersendiri di ruang memori. Selamanya akan selalu teringat sebagai tempat bermain selama 4 tahun yang menyenangkan. Kami punya sodara jauh yang masih mengingat kami betapapun lamanya kami tak kembali.

Eh, Perjalanan itu juga mengingatkanku dengan waktu yang sudah berlari secepat pertumbuhan tinggi Rafi yang dulu hanya setinggi pusar. Juga usia Bapak dan Mama yang sampai setengah abad tahun ini.



Terimakasih Tuhan, kami masih bisa bersama seperti ini. Semoga bisa bersama seterusnya, dan bapak mama mendapat semua yang masih menjadi keinginan beliau di usia mereka yang mencapai angka 50 ini.


*ditulis pada hari ulang tahun bapak, 24 Mei

Minggu, 03 Mei 2015

Song of the Day

"Aku, kamu dan cerita kita, ditemukan dalam kasih sayang semesta..." Filosofi dan Logika -- Glenn Fredly

Selepas menonton filosofi kopi kemarin, masih ada beberapa lagu yang terngiang-ngiang di kepala. Lagu itu begitu menggelitik, membuat gemas. Kenapa? Karena liriknya. :)


 


 

Jumat, 01 Mei 2015

Kamu

Ada jeruk, anggur, apel, aku mengambil mangga. Kenapa? Ya, setelah menimbang-nimbang sepertinya aku lebih membutuhkan mangga. 
Ada mobil, motor, aku memilih sepeda. Kenapa? Ya itu pilihan.

Lalu seperti biasa, bahkan ketika sudah mengupas mangga ternyata kudapati bagian ujungnya masih masam. Ketika memilih sepeda, datanglah hujan, tak lama kemudian hari berubah cerah seketika. Sehingga akhirnya membayang-bayangkan apa rasanya menaiki mobil dicuaca yang mudah berubah ini.

Saat itu, siapa yang paling membuatku ragu dengan pilihan? Ternyata tak lain, hanya kamu. Iya, kamu, yang ada dihadapan ketika bercermin.

Selasa, 10 Maret 2015

Cemas

Kombinasi antara harapan, tekanan, 14.937 data sampel penelitian, dan akhir periode siklus bulanan membuatku terlalu sentimentil. Seakan menjadi wanita dengan beribu bayangan kecemasan. Ya Tuhan..

Kemudian, setelah percakapan pagi tadi dia berpesan : "Tak perlu banyak pikiran, nanti hatimu tak tenang."

Ya, pikiran itu harus aku singkirkan.

Kemudian ada tulisan seseorang (tak kukenal) tak sengaja terbaca juga memberi pesan : 

Sisakan kecemasanmu untuk nanti. Akan tiba waktunya kamu cemas menunggu ia pulang untuk membetulkan saluran air yang rusak, sementara air mulai menggenangi dapurmu atau musang entah dari mana, tersangkut di langit-langit rumahmu.
Sisakan kecemasanmu untuk nanti, ketika kamu suatu hari terbangun terlalu siang dan lupa untuk menyiapkan kopi hangat kesukaannya, sementara ia sudah telanjur memulai kerja tanpa kopimu. Cemaslah karena mungkin ia tidak bakal jadi membuatkanmu rak buku yang baru, atau malah batal membelikan sepeda roda tiga untuk si bungsu.
Sisakan kecemasanmu untuk nanti, suatu saat kamu betul-betul butuh.
Meskipun tidak ada yang sia-sia di dunia ini, toh pada akhirnya kamu mesti mengerti bahwa ada yang perlu dan tidak perlu–seperti kecemasan itu sendiri. Setelah berpikir demikian, terserah apakah kamu merasa sekarang perlu untuk cemas, atau tidak perlu?


Ya, rasanya memang aku tak perlu cemas.

Kemudian, peristiwa malam ini. Masalah bahkan selesai  setelah aku seharian melupakan sumber masalah. Lalu berusaha melihat ulang celah mana yang terlewatkan. Dan.. Taraa! Tuhan membuka jawaban.

Ya, sungguh, tak ada alasan bagiku untuk cemas.
Tuhan menyelesaikan segalanya.  

Senin, 09 Februari 2015

Dalam pikiran

Ada rona warna yang terbayang ketika mendengar kata pernikahan
dan warna itu merepresentasikannya dengan tepat.
Putih, dengan semburat tipis biru, ungu dan hijau yang menenangkan.