Minggu, 15 September 2013

Carpe Diem

Carpe diem!

Kutipan puisi latin ini merupakan pesan yang aku terima dari teman setelah aku menuliskan sedang berada di lombok dalam status account social media-ku beberapa waktu lalu. Kubaca sekilas.

Kemudian, keesokan harinya, tiba saatnya aku snorkling di selat kecil antara gili trawangan dan gili meno. Aku, yang hanya bisa renang gaya botol (hehe), langsung ragu apakah akan ikut atau tidak, mengetahui site snorkling kami adalah laut (meskipun laut itu hanya selat dan dangkal). Lalu, kuingat pesan temanku, Carpe diem. Seize the day.  Yah, kesempatan mungkin tidak datang dua kali, kesempatan paling baik untuk mencoba semua hal baru adalah saat ini. Iya kan? Karena itu, tentu saja aku mencobanya, meskipun ada sedikit ragu pada detik saat kakiku akan menyentuh air laut.

Tetapi hap!
<3 span="">
Meskipun agak sulit membiasakan nafas dengan mulut, tapi bisa melihat laut sejernih itu sungguh menyenangkan. Dengan bonus minum air laut yang entah kenapa rasanya asin luar biasa  disana, dan lelah walaupun baru sebentar, aku kembali ke perahu. Teman yang tidak ikut snorkling bercerita, melihat aku dan teman-teman snorkling di laut,seperti melihat korban kapal tenggelam, karena menyebar dan terombang ambing oleh ombak. Kalau aku melihat itu sebelumnya pastilah aku tidak akan berani. Haha. Tapi aku sudah mencobanya, yah rugi adalah ketika kita tidak memanfaatkan kesempatan untuk mencoba semua hal baru untuk pertama kalinya.

***

Ketika kita sudah bisa beradaptasi dengan suatu hal, dan menjadikannya sebuah kebiasaan, maka waktu akan berlalu begitu saja ketika kamu mengerjakannya. Ya, rutinitas ini bernama pekerjaan. Waktu rasanya hanya berlalu begitu saja selama beberapa bulan terakhir. Senin sampai Jumat, Sabtu dan Minggu, pekerjaan yang lebih sering berada di balik meja. Aku menyenangi atmosfir kekeluargaan disini,  banyak hal baru pula yang aku pelajari, tapi rasanya tetap saja, hatiku berkata bukan seperti ini yang ingin aku lakukan seterusnya.

Lalu seperti apa? Aku memang pemimpi, tapi mimpiku tak muluk-muluk. Sederhana saja, aku ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, memiliki pekerjaan yang memungkinkanku melakukan tugasku menjadi ibu rumah tangga itu dan tinggal tidak 'terlalu' jauh dari orang tua. Bukan seperti ini, bekerja nine to five, lima dalam tujuh hari, hanya mempunyai jatah cuti 12 dalam 365 hari, masih pula terkadang skip weekend.

Kemudian, suatu ketika  kesempatan terbuka. Kesempatan untuk menemukan pekerjaan yang lebih fleksibel untuk cita-citaku itu. Kesempatan untuk melakukan hal yang aku sukai yaitu bersekolah lagi. Tetapi tentu saja itu artinya keluar dari zona nyaman, keluar dari kebiasaan hanya duduk dan bergaji. Sesaat kemudian aku sedikit ragu. Inikah jalan?

Tetapi kemudian aku ingat lagi pesan temanku, Carpe diem, iya betul, kesempatan ini, tak akan aku tahu akhirnya jika aku tidak mencobanya.
Teman yang lain juga pernah berkata "Memang, perjalanan kita itu sudah di takdirkan, tetapi kita wajib untuk mengusahakan. Kita baru boleh berhenti untuk mengejar suatu mimpi, dan berkata takdir kita tidak mengarah kesana, hanya jika ketika semua pintu kesempatan yang dicoba sudah di tutup."

Oleh karena itu, kesempatan ini datang, kesempatan ini masih terbuka untukku, tidak ada yang menghalangiku untuk menuju kesana selain pilihanku sendiri. Maka, kumantapkan niat. Kubulatkan tekad. Mungkin kemudahan selama aku mengusahakannya, adalah petunjuk dari Allah tentang jalan yang aku minta.

Berbekal semangat dari orang tua dan teman-teman aku mantap memilih.  Kuhubungi mama untuk mengatakan pilihanku ini, mama memberi doa,  semoga harapan mama dan harapanku bertemu disuatu titik setelah aku memilih pilihan ini.  Diakhir percakapan kami, mama berkata, Bulik bilang punya teman, pria, usia cukup matang, di Magelang, sudah bekerja, dan sedang mencari pasangan untuk menikah, kamu mau dikenalkan?

Aku terdiam, petir menyambar.. (Haha, hashtag lebay)Tolong yaaaa... Tolong! Kamu! Kamu! Yang katanya naksir saya, hentikan agenda berbau perjodohan ini. :( 

***
Carpe diem, Quam minimum credula postero
Seize the day, Putting as little trust as possible in the next (Day)
Baris puisi oleh Horace
***

Tentang pesan mama tadi...  I believe in the next day :)

3 komentar: