Rabu, 30 Januari 2013

Cangkir dan kopi



"Aku cangkir, bagi kopi pahitmu", ucap Harimau jantan pada betinanya. (11.22 am near Cairo, Al Qahirah - status dalam media social seorang teman)

Jariku begitu gemas, tiba-tiba sebuah pikiran terlintas, aku mengetik ...

"Bagaimana jika kopiku banyak, dan cangkirmu tak muat lagi menampungku?" jawab betina.

Dia membalas ...

"Cangkir ini akan selalu muat menampung berapapun banyaknya kopimu, bahkan empat kali lipat-pun"

"Maka, sepertinya kau lebih pantas disebut ember serbaguna dibanding cangkir"

" :)) " sepertinya dia mengiyakan.

Lagi, suatu pertanyaan terlintas.

"Apakah itu artinya, kau rela kehilangan dirimu sendiri sebagai cangkir menjadi ember, hanya untuk memuat perubahan banyaknya kopiku?"

Tapi pertanyaan ini tak sampai terlontar. Ingin aku dengar pendapatnya tentang ini. Hanya saja sepertinya pertanyaan ini bukan untuknya, tapi untuk kujawab sendiri.

***


Minggu, 27 Januari 2013

Subtitusi


Self-timer. 10 seconds. Ok.

"Ayoo, ini sepuluh detik yaa.."
"Ari, cepeet..."

Aku berlari, bunyi timer semakin cepat. Dan .........  Cetrek! (bunyi snapshot kamera handphone).

Halaman di depan cafe daun, Kebun raya Bogor
 Demi apapun, sungguh benar jika Imam Syafi'i berkata :

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam dikampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah,
kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Selasa, 22 Januari 2013

First Love


"Kenapa cinta pertama ya?" Sudah lama aku ingin bercerita tentang hal ini, tapi masih banyak pertanyaan tentangnya yang belum terjawab. Tak bisa aku simpulkan jawabnya. Hingga ..... aku lupa.

Kemudian belakangan aku baru saja menyelesaikan menonton sebuah drama. Setelah bosan dengan cerita-cerita tentang perebutan kekuasaan, kekayaan, balas dendam yang tidak ada habisnya, juga hal-hal yang tidak masuk akal, akhirnya aku kembali menemukan drama dengan tema biasa-biasa saja, hanya tentang cinta. Cinta kepada idola, teman, orang tua, saudara, dan juga cinta pertama. Pertanyaanku terasa terjawab pada epilog drama, setelah 45 menit x 16 durasi drama tersebut.


The reason why we think first love is beautiful is not because people we first loved were actually handsome, or pretty.  
 It's because we were unconditional, innocent, or a bit stupid at the time of first love. 
And because, we know we can never go back to young, passionate time of our days.

Jadi seperti kata seorang tokoh motivator, Mario Teguh tentang cinta pertama yang juga senada, "yang kita kagumi dari cinta pertama, bukanlah ia yang kita cinta. Tapi diri kita sendiri yang bisa mencinta."

First love is a bit rash.
 Without any calculation, we throw ourselves with passion and finally come to face failure. 
But it is at the same time dramatic. It comes with inexplicable feelings that we never get to experience again.

Teringat percakapan dengan teman, tentang ketidaksukaanku pada makanan yang menyisakan aroma bawang putih mentah di mulut. Dia bilang, "aroma bawang putih itu memang susah hilang yah, kayak cinta pertama." Yang kemudian langsung disambut tawa, dan ungkapan nada persetujuan, "Eh, Iya yah"  :-)

So first love becomes the most dramatic moment of our lives. 
It's okay to fail. Tragic stories stays longer than "happily ever after". 
It's nice to have that wonderful story as one chapter of one's life.

Seperti kisah Titanic yang sampai sekarang masih aku ingat jelas, masih banyak di suka. Bahkan mungkin bisa dikatakan melegenda, seperti Romeo & Juliet, Sampek Eng tay, Laila Majnun. Meskipun rasanya sangat disayangkan kenapa tidak berakhir bersama, tapi justru karena rasa ketidakpuasan dan kekecewaan itu membuat cerita menjadi lebih terkenang.

First love is a periode of time. It never comes back. 
If the next love comes, time has to yield for that new love. 
It might not be as innocent as the first love, but 
it would be a little more mature, due to the pain suffered with the first love.

Nah, ini yang seharusnya terjadi setelah kita bisa berdamai dengan kata-kata "first" untuk kemudian membuka hati untuk menerima. Tuhan lebih tahu, siapa terbaik untuk kita.

A person who dreams of love is the one who waits. 
And a person who waits can recognize the love when it comes near him.

Tentu saja! " Radar Neptunuuuuusssss...." (sembari dua jari, jempol dan telunjuk dua tangan beradu di sisi kepala, menjadi semacam antena)

After the romance, the real life comes in,
innocent gets dirty,
passion gets cold,
and youth get old with cleverness.
So first love becomes part of the one's exhausted daily life.

Thats why first love looks like it can't be accomplished.


Pertanyaan sepertinya terjawab.


***


Drama : Replay to 1997.

Sabtu, 19 Januari 2013

Catatan


Teringat sebuah quote yang banyak menjadi status dalam banyak media social oleh teman. Kata Pramoedya Ananta Toer dalam Rumah Kaca.

"Ada kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya."

Pada pribadi yang 'tahu benar akan tujuan hidupnya'. Hanya pada yang sudah tahu benar akan tujuan hidupnya saja, kekuatan dahsyat itu akan datang.  Sementara aku masih merasa aku tak tahu apa tujuan hidupku, tak tahu benar apa yang sebenarnya ingin aku lakukan. Tidak terlambatkah aku? Kata banyak orang remajalah saatnya pencarian jati diri. Tapi aku hingga remaja akhir, bahkan mungkin sudah dapat dikatakan dewasa, aku masih mencari jati diri. Seharusnya tidak pada usiaku saat ini, yang sudah menempuh panjangnya pendidikan hingga menjadi sarjana kan? Haha, ingin rasanya mentertawakan diri sendiri. Mau dibawa kemana hidupku ini.

Hingga belakangan hidupku bergerak seperti mengikuti alur saja, kemana arus membawa. Disini lah aku sekarang, tinggal di ibukota, jauh dari keluarga. Aku melangkah menebak-nebak saja, jalan ini kah? Atau itukah? Aku berpikir kemudahan dalam proses yang membawaku kesini, adalah petunjuk bahwa disinilah seharusnya aku berada. Kujalani saja. :)

Satu bulan. Dua bulan. Tiga bulan. Aku jarang bermasalah dengan suatu tempat baru, asal disana ada kawan yang menyenangkan, yang memang juga aku temukan disini. Tapi untuk menjalani rutinitasku sehari-hari, -meskipun aku masih tetap belum tahu- aku merasa yang aku kerjakan selama ini belum terasa 'benar'.  Sepertinya bukan jalan ini yang aku inginkan.

Tapi, tentu saja tidak bisa terus begini bukan? Dengan tidak mengurangi syukurku untuk apa yang sudah aku miliki, aku harus mulai bergerak lagi. Meskipun masih menebak, sepertinya aku harus mencoba jalan lain.  Seperti mencoba makanan asing, meskipun tidak tahu rasanya, mencobanya pasti memberi jawaban atas pertanyaan "suka kah aku pada nya?". Iya kan?

Selasa, 01 Januari 2013

Tak Semudah Itu


Dream it and make it happen

Sewaktu masih kecil, masih SD, ketika ditanya ingin menjadi apa suatu saat nanti aku akan menjawab dengan lantang, "Jadi Dosen".  Ketika ditanya ingin kuliah dimana, aku juga menjawab dengan lantang, "di UGM ". Jawaban tersebut, seperti semacam mimpi, mimpi masa kanak yang sebenarnya, sampai sekarang pun aku masih menginginkannya. Tetapi entah, semakin bertambahnya usia, langkah-langkahku bergerak seakan menjauhi mimpi itu. Tujuan-tujuan itu tidak berjalan lurus, sehingga nasib seakan membawaku bukan kuliah di UGM, dan belum pula menjadi Dosen.

Kemudian mulai dari saat itu, aku seperti menurunkan target ku, menjadi target-target kecil yang bisa aku capai,  menuliskan mimpi-mimpi kecil lainnya yang lebih mudah untuk aku raih. Membeli ini itu dengan hasil kerja sendiri, menjelajah, pergi ke suatu tempat. Dan setelah beberapa dari target itu pula bisa tercapai, rasanya seperti dalam mimpi. Jika target itu aku anggap sebagai mimpi, lalu hari-hari ketika kita sedang menjalani mimpi-mimpi tersebut , akan disebut bagaimana? Mungkin boleh jika aku bilang, hidupku jadi seperti dalam mimpi.

Suatu ketika, aku mendapat tugas untuk mengikuti sebuah kegiatan forum diskusi bersama Quraisy Shihab. Aku, adalah penggemar beliau, mungkin bisa dibilang tokoh idola. Satu-satunya Dai yang aku sukai hanya beliau. Sangat umum bagi para penggemar untuk ingin bertemu dengan yang diidolakan, tentusaja. Termasuk aku. Dan ketika aku mendapat tugas untuk mengikuti forum diskusi bersama beliau. Sesuatu yang meilntas dikepalaku adalah aku akan bertemu, berada dalam satu meja meja, yang berjarak tidak lebih dari 4 meter dengan beliau! Tanpa aku harus berusaha!! Betapa  aku memang sedang berada di dunia mimpi sepertinya. Mimpi-mimpi itu sedang aku jalani!

Allah sepertinya sungguh sedang memberi nikmat padaku lebih-lebih. Aku berangkat ke tempat acara sambil bertanya-tanya, sungguh mimpi itu sebenarnya mudah. 

Tetapi ternyata Allah ingin mengajari untuk perlu banyak usaha untuk mewujudkan mimpi. Ketika aku sudah sampai di tempat pertemuan, 15 menit sebelum acara dimulai, pembawa acara menerima telpon dari Quraisy Shihab yang mengatakan bahwa beliau tidak bisa hadir karena harus menguji. Seketika aku tersenyum, ternyata aku masih di dunia nyata, belum menjalani hidup seperti dalam mimpi. Tak semudah itu..  :)