Selasa, 22 Januari 2013

First Love


"Kenapa cinta pertama ya?" Sudah lama aku ingin bercerita tentang hal ini, tapi masih banyak pertanyaan tentangnya yang belum terjawab. Tak bisa aku simpulkan jawabnya. Hingga ..... aku lupa.

Kemudian belakangan aku baru saja menyelesaikan menonton sebuah drama. Setelah bosan dengan cerita-cerita tentang perebutan kekuasaan, kekayaan, balas dendam yang tidak ada habisnya, juga hal-hal yang tidak masuk akal, akhirnya aku kembali menemukan drama dengan tema biasa-biasa saja, hanya tentang cinta. Cinta kepada idola, teman, orang tua, saudara, dan juga cinta pertama. Pertanyaanku terasa terjawab pada epilog drama, setelah 45 menit x 16 durasi drama tersebut.


The reason why we think first love is beautiful is not because people we first loved were actually handsome, or pretty.  
 It's because we were unconditional, innocent, or a bit stupid at the time of first love. 
And because, we know we can never go back to young, passionate time of our days.

Jadi seperti kata seorang tokoh motivator, Mario Teguh tentang cinta pertama yang juga senada, "yang kita kagumi dari cinta pertama, bukanlah ia yang kita cinta. Tapi diri kita sendiri yang bisa mencinta."

First love is a bit rash.
 Without any calculation, we throw ourselves with passion and finally come to face failure. 
But it is at the same time dramatic. It comes with inexplicable feelings that we never get to experience again.

Teringat percakapan dengan teman, tentang ketidaksukaanku pada makanan yang menyisakan aroma bawang putih mentah di mulut. Dia bilang, "aroma bawang putih itu memang susah hilang yah, kayak cinta pertama." Yang kemudian langsung disambut tawa, dan ungkapan nada persetujuan, "Eh, Iya yah"  :-)

So first love becomes the most dramatic moment of our lives. 
It's okay to fail. Tragic stories stays longer than "happily ever after". 
It's nice to have that wonderful story as one chapter of one's life.

Seperti kisah Titanic yang sampai sekarang masih aku ingat jelas, masih banyak di suka. Bahkan mungkin bisa dikatakan melegenda, seperti Romeo & Juliet, Sampek Eng tay, Laila Majnun. Meskipun rasanya sangat disayangkan kenapa tidak berakhir bersama, tapi justru karena rasa ketidakpuasan dan kekecewaan itu membuat cerita menjadi lebih terkenang.

First love is a periode of time. It never comes back. 
If the next love comes, time has to yield for that new love. 
It might not be as innocent as the first love, but 
it would be a little more mature, due to the pain suffered with the first love.

Nah, ini yang seharusnya terjadi setelah kita bisa berdamai dengan kata-kata "first" untuk kemudian membuka hati untuk menerima. Tuhan lebih tahu, siapa terbaik untuk kita.

A person who dreams of love is the one who waits. 
And a person who waits can recognize the love when it comes near him.

Tentu saja! " Radar Neptunuuuuusssss...." (sembari dua jari, jempol dan telunjuk dua tangan beradu di sisi kepala, menjadi semacam antena)

After the romance, the real life comes in,
innocent gets dirty,
passion gets cold,
and youth get old with cleverness.
So first love becomes part of the one's exhausted daily life.

Thats why first love looks like it can't be accomplished.


Pertanyaan sepertinya terjawab.


***


Drama : Replay to 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar