Senin, 15 November 2010

DISEMINASI : STAKESHOLDER DAN PERANANNYA

Peranan stakesholder dalam memberantas penyakit malaria dan PD3I

A. Pemberantasan malaria.

Program pemberantasan malaria dilaksanakan dengan sasaran:
1. Kasus atau penderita yang diagnostik terbukti positif gejala klinis dan parasitnya dalam darah  diberi pengobatan dan perawatan menurut SOP atau
protokol bakunya di puskesmas atau rumah sakit;
2. Penduduk daerah endemik  diberikan penyuluhan kesehatan dan dibagikan kelambu berinsektisida.
3. Nyamuk vektornya dengan pengendalian vektor cara kimia, hayati atau manajemen lingkungan, atau secara terpadu.
4. Lingkungan  dengan memodifiksi atau memanipulasi lingkungan supaya tidak cocok lagi jadi habitat vektor  vektor pindah tempat atau berkurang kepadatannya secara nyata.

Program tersebut tidak akan berhasil jika dikerjakan oleh dinas kesehatan saja, perlu kerja sama dengan sektor lain, agar dinas kesehatan bersama masyarakat dapat bergotong royong mensukseskan program pemberantasan malaria.
Masing-masing stakeholder mempunyai peranan masing-masing untuk turut mensukseskan program tersebut.

Macam-macam stakeholder dan peranannya dalam memberantas malaria:
1. Pemerintahan desa/ tokoh masyarakat.
Tokoh-tokoh pemerintahan desa (kadus, kades) dan tokoh masyarakat lain yang di segani oleh masyarakat (Toma) dapat diajak bekerjasama dengan tenaga kesehatan untuk menjembatani petugas kesehatan dan warga dalam berbagai kegiatan seperti penyuluhan tentang malaria dan tindakan yang harus dilakukan jika ada warganya yang terkena malaria. Selain itu dengan bantuan Toma dapat mengumpulkan warga untuk mengadakan penyuluhan lingkungan untuk menghambat persebaran nyamuk, bergotong royong membersihkan lingkungan, menimbun parit-parit yang tidak perlu. Menyebarkan larvasida pada kolam-kolam yang dimiliki warga yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk,insekstisida dan lain sebagainya. Selain itu, toma juga dapat dijadikan contoh oleh warganya untuk lebih menjaga kesehatan lingkungan, serta menganjurkan warganya untuk turut menjaga kesehatan lingkungan untuk meminimalisasi perkembangan nyamuk.
2. Unit promosi kesehatan.
Agar masyarakat dapat berperilaku sesuai yang diinginkan untuk menjaga kesehatan lingkungan, dapat dilakukan promosi kesehatan dengan penyuluhan-penyuluhan. Mempromosikan tindakan yang dapat mengkondisikan lingkungan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, secara visual melalui poster-poster, audiovisual melalui iklan komersial di Televisi, atau penyuluhan langsung di masyarakat.
3. Unit kesehatan lingkungan.
Menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga tidak menjadi tempat perindukan nyamuk, terutama di lingkungan yang termasuk pemukiman dan bukan pemukiman penduduk
4. Pemerintahan daerah
Menyisihkan anggaran untuk mensukseskan program pemberantasan malaria. Mengatur kebijakan terutama yang berhubungan dengan lingkungan agar setiap perusahaan atau lainnya, yang berada lingkungan wilayahnya agar turut mengkondisikan lingkungan agar tidak menjadi tempat perindukan malaria.

B. Pemberantasan PD3I

Penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi meliputi Dipteri, Pertusis, Tetanus, Polio, TBC, Campak, Hepatitis. Kasus PD3I yang sampai saat ini masih ada di Indonesia yaitu polio, campak, Tetanus Neonatorum dan Difteri (sumber : Buletin surveilens PD3I dan Imunisasi, Vol 5 No 2) sedangkan penyakit TBC meskipun dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi tidak dimasukkan pada penyakit yang dipantau melalui cakupan imunisasinya.
Ada berbagai program imunisasi untuk mencegah PD3I. Program imunisasi di Indonesia meliputi program 5 imunisasi dasar lengkap pada bayi, imunisasi DT dan Campak pada anak sekolah, dan imunisasi TT pada calon pengantin dan ibu hamil.

Macam-macam stakeholder dan peranannya dalam mendukung program imunisasi.
1. Tokoh masyarakat
Untuk menggerakkan masyarakat agar aktif dan berpartisipasi dalam Posyandu. Baik untuk kegiatan posyandu balita maupun untuk ibu hamil. Posyandu balita untuk 5 imunisasi dasar lengkap, dan posyandu ibu hamil agar semua ibu hamil mendapatkan imunisasi TT minimal 2 kali. Mendorong warga terutama yang anaknya masih mempunyai jadwal imunisasi agar menyisihkan waktunya untuk datang diPosyandu untuk mendapatkan imunisasi. Membuat kegiatan posyandu lebih menarik dengan memberikan makanan tambahan dengan swadana masyarakat, agar lebih banyak yang tertarik datang ke Posyandu.
2. Dinas pendidikan (kepala sekolah)
Kerjasama dengan dinas kesehatan untuk mensukseskan BIAS, mengumpulkan siswa yang akan diimunisasi, turut memberi pengertian agar siswanya mau diimunisasi dan menyediakan waktu bagi petugas untuk memberikan imunisasi pada anak sekolah pada saat BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah)
3. Unit Promosi kesehatan
Memberikan penyuluhan secara langsung, atau membagikan leaflet atau poster agar masyarakat mau dan mendukung balita, anaka sekolah, ibu hamil, dan wanita untuk mendapatkan imunisasi.
4. Kantor Urusan agama.
Kerjasama dengan dinas kesehatan untuk mensukseskan program imunisasi TT pada calon pengantin. Yaitu dengan cara setiap pasangan pengantin yang akan mendaftar pernikahannya di KUA harus membawa surat pengantar dari Puskesmas bahwa calon mempelai wanita sudah mendapatkan imunisasi TT capeng.
5. Pemerintahan daerah (Pemda)
Kerjasama dengan dinas kesehatan dengan cara menyisihkan Anggaran daerahnya dan mengatur kebijakan agar mensukseskan program imunisasi, pemberian vaksin murah, biaya imunisasi murah, bahkan gratis pada masyarakat yang tidak mampu. Karena pada 5 imunisasi dasar lengkap dan BIAS memang sudah gratis, akan tetapi pada imunisasi TT capeng dan ibu hamil biasanya masih diharuskan membayar.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Desain Penelitian Epidemiologi

Macam Design Penelitian Obervasional


A. Design Study Cohort

Penelitian kohort sering juga disebut penelitian follow up atau penelitian insidensi, yang dimulai dengan sekelompok orang (kohort) yang bebas dari penyakit, yang diklasifikasikan ke dalam sub kelompok tertentu sesuai dengan paparan terhadap sebuah penyebab potensial terjadinya penyakit atau outcome. Penelitian kohort memberikan informasi terbaik tentang penyebab penyakit dan pengukurannya yang paling langsung tentang resiko timbulnya penyakit. Menurut hirarki Evedence Based, penelitian dengan Design Kohort merupakan jenis penelitian observasional yang terbaik dalam menjelaskan hubungan assosiasi diantara variabel.

Jadi ciri umum penelitian kohort adalah:
  1. Dimulai dari pemilihan subyek berdasarkan status paparan
  2. Melakukan pencatatan terhadap perkembangan subyek dalam kelompok studi amatan.
  3. Dimungkinkan penghitungan laju insidensi (ID) dan masing-masing kelompok studi.
  4. Peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit dan tidak dengan sengaja mengalokasikan paparan (tidak ada intervensi atau treatment)

Oleh karena penelitian kohort diikuti dalam suatu periode tertentu, maka rancangannya dapat bersifat restropektif dan prospektif, tergantung pada kapan terjadinya paparan pada saat peneliti mau mengadakan penelitian.
Rancangan penelitian kohort prospektif, jika paparan sedang atau akan berlangsung, pada saat penelitian memulai penelitiannya. Rancangan kohort retrospektif, jika paparan telah terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya. Jenis penelitian ini sering disebut sebagai penelitian prospektif historik.
Kelebihan penelitian jenis kohort adalah sebagai berikut:
  1. Adanya kesesuaian dengan logika studi eksperimental dalam membuat inferensi kausal, yaitu penelitian dimulai dengan menentukan faktor “penyebab” yang diikuti dengan akibat.
  2. Peneliti dapat menghitung laju insidensi, sesuatu hal yang  tidak mungkin dilakukan pada studi kasus control.
  3. Sesuai untuk meneliti paparan yang langka.
  4. Memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek secara serentak dan sebuah paparan.
  5. Bias yang terjadi kecil.
  6. Tidak ada subyek yang sengaja dirugikan.
Kelemahan penelitian kohort pun ada, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. Membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang mahal.
  2. Membutuhkan ketersediaan data sekunder yang cukup mendukung.
  3. Tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka.
  4. Resiko Drop-out selama masa penelitian.
  5. Tidak cocok menentukan merumuskan hipotesis tentang faktor etiologi lainnya untuk penyakit amatan.
Contoh :
Peneitian kohort prospektik meneliti hubungan obesitas dengan diabetes.
Penelitian di mulai ketika subjek penelitian mengalami yang mengalami obesitas (faktor yang di duga sebagai penyebab diabetes). Kemudian perkembangan sampel diikuti misalnya sampai 10 tahun, apakah dalam jangka waktu 10 tahun tersebut subjek mengalami efek yang dimaksud. Dibandingkan dengan sampel kelompok lain yang tidak mengalami obesitas apakah mengalami diabetes pula dalam jangka waktu tersebut.

B. Penelitian Case Control
Penelitian kasus kontrol adalah rancangan epidemiologis yang mempelajari hubungan antara paparan (amatan penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan status paparan berdasarkan Out come.
Ciri penelitian ini adalah: pemilihan subyek berdasarkan status penyakitnya, untuk kemudian dilakukan amatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar atau tidak. Subyek yang didiagnosis menderita penyakit disebut: Kasus, sedangkan subyek yang tidak menderita disebut Kontrol.
Jenis penelitian ini dapat saja berupa penelitian restrospektif yaitu peneliti melihat ke belakang dengan menggunakan data yang berasal dari masa lalu. Penelitian ini dapat menggambarkan besarnya resiko seseorang mengalami paparan jika terkena penyakit atau menderita out come tertentu. Menurut hirarki Evedence Based, penelitian dengan Case Control merupakan jenis penelitian observasional kedua yang dapat menjelaskan hubungan assosiasi diantara variabel lebih baik dibanding design Cross Sectional.

Kelebihan :
  1.  Mudah dan murah dibandingkan studi analitik lain
  2. Cocok untuk meneliti penyakit yang jarang terjadi
  3. Leluasa menentukan rasio ukuran sampel dengan kontrol
  4. Dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan sekaligus
Kelemahan :
  1. Rawan terjadi bias, baik bias seleksi maupun bias informasi.
  2. Tidak dapat menghitung laju kecepatan penyakit, diatasi dengan menghitung odd rasio.
  3. Tidak mudah memastikan hubungan temporal antara paparan dengan penyakit.
  4. Sulit memastikan apakah kasus dan kontrol benar-benar setara
Contoh :
Penelitian hubungan antara merokok dan kanker paru-paru .
Penelitian dimulai dari mengumpulkan kasus penderita kanker paru-paru. Kemudian kasus tersebut diteliti tentang riwayat merokok penderitanya pada waktu yang lampau sampai sekarang. Dari sini akan dapat diketahui berapa persen dari kasus tersebut yang merokok, dan berapa persen dari kasus tersebut yang tidak merokok. Dari proporsi besarnya perokok dan bukan perokok terhadap jumlah kasus tersebut, akan dapat disimpulkan hubungan antara merokok dan kanker paru.

C. Penelitian Cross-Sectional
Penelitian Cross- Sectional adalah penelitian yang mengukur prevalensi penyakit. Oleh karena itu seringkali disebut sebagai penelitian prevalensi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan penyakit dengan paparan dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada individu dan populasi tunggal pada satu saat atau periode tertentu.
Penelitian cross-sectional relatif lebih mudah dan murah untuk dikerjakan oleh peneliti dan amat berguna bagi penemuan pemapar yang terikat erat pada karakteristik masing-masing individu. Data yang berasal dari penelitian ini bermanfaat untuk menaksir besarnya kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan dan populasi tersebut. Meskipun begitu hasil Study Cross-Sectional tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dengan baik, apakah paparan mendahului out come atau sebaliknya, sehingga memiliki kekuatan terendah dalam menjelaskan hubungan asosiasi diantara variabel.

Kelebihan penelitian cross-sectional:
  1. Mudah untuk dilakukan, dan murah
  2. Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (faktor resiko)
  3. Tidak ada subyek yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh terapi yang diperkirakan bermanfaat.
Kelemahan penelitian cross-sectional
  1. Memiliki validitas inferensi yang lemah dan
  2. Kurang mewakili sejumlah populasi yang akurat, oleh karena itu penelitian ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.
Contoh :
Penelitian tentang hubungan bentuk tubuh dengan hipertensi.
Maka peneliti memilih suatu populasi untuk dijadikan penelitian, memilih sampel penelitian secara random , kemudian dari masing-masing sampel tersebut diambil data dengan wawancara menderita hipertensi atau tidak (efek), dan pada saat yang sama juga diambil data paparan yaitu bentuk tubuh (gemuk atau kurus) dengan metode observasi. Kemudian dihitung proporsi penderita hipertensi yang gemuk dan yang kurus, serta yang bukan penderita hipertensi yang gemuk dan yang kurus. Maka dapat disimpulkan hubungan antara bentuk tubuh dan hipertensi.

Sumber :
1. Metodologi penelitian kesehatan.Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Jakarta : Rineka Cipta
2. http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2600.pdf

Catatan:
Dari semua design studi tersbeut tidak ada pilihan design study yang salah untuk sebuah penelitian. Semuanya tergantung dari tujuan penelitian, menimbang kelebihan kekurangan masing-masing design studi dan disesuaikan dengan kondisi sumber daya yang dimiliki peneliti.

***

Post Scriptum:
Saya mendapat mandat dari teman, untuk merevisi post saya tentang macam design penelitian yang saya post tahun 2010 yang lalu ini. Setelah belajar lebih banyak, studi ditingkat pasca sarjana dan brainstorming dengan tutor di Kelas Tutorial Epidemiologi, berikut tadi adalah macam studi design versi yang lebih 'benar' (Insya Allah)

Rabu, 20 Oktober 2010

UKURAN-UKURAN EPIDEMIOLOGI

Ukuran epidemiologi

Cara mengukur frekuensi masalah kesehatan yang dapat dipergunakan dalam epidemiologi sangat beraneka ragam, karena tergantung dari macam masalah kesehatan yang ingin diukur atau diteliti. Ukuran – ukuran dalam Epidemiologi yang biasanya digunakan adalah rate, rasio, proporsi, popolasi at risk, incident, prevalensi, angka kematian, angka kesakitan, angka harapan hidup dan measurement of assosiation (OR,RR).
Kadang ketika baru saja belajar sering terbalik-balik ya, makanya bagiku mudah nya begini saja : 

Insidens
Insidens : jumlah kasus baru yang timbul

Prevalensi
Prevalensi : jumlah kasus baru dan kasus lama yang masih ada. Kunci dari prevalensi adalah existing (yang masih ada)
Rate
Rate : jumlah dalam satuan waktu (bisa bulan, atau tahun)
Rasio
Rasio : perbandingan, numerator tidak menjadi bagian dari denominator.
contoh : rasio laki dan perempuan dalam satu ruangan kelas. (jumlah laki laki/ jumlah perempuan)

Proporsi 
Proporsi : numerator menjadi bagian dari denominator
contoh : proporsi yang menggunakan kacamata dalam ruangan kelas (jumlah yang menggunakan kacamata/jumlah anak dalam ruangan kelas)
 
Dasar ukurannya adalah demikian, kemudian dalam penggunaannya maka akan menyesuaikan, seperti salah satunya sebagai berikut:

Insidens Rate
Incident rate : jumlah kasus baru yang timbul pada satuan waktu pada populasi tertentu
IR = (jumlah penderita baru )/(jumlah total lamanya waktu setiap orang dalam kelompok beresiko ) x K
K = konstanta (100 %/ 1000 )

Prevalensi Rate
Adalah : gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. 
Pada perhitungan angka Prevalensi, digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau Pendeuduk dengan Resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa Angka Prevalensi sebenarnya BUKAN-lah suatu RATE yang murni, karena Penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit juga dimasukkan dalam perhitungan.

  1. Period Prevalen Rate 
    Yaitu : Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.

    *Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.
    Rumus yang digunakan :

    Periode Prevalen Rate = (jumlah penderita lama & baru )/(jumlah penduduk pada pertengahan tahun ) x K
  2.  Point Prevalen Rate
    Adalah : Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu.
    Rumus : Jml. Penderita lama & baru Saat itu
    Point Prevalen Rate = (jumlah penderita lama & baru saat itu )/(jumlah penduduk @saat iti ) x K

Faktor-faktor yg mempengaruhi Prevalens Rate (PR) :
1. Parahnya sakit (kematian berakibat PR turun)
2. Lamanya sakit (cepat sembuh berakibat PR turun)
3. Jumlah kasus baru (penambahan kasus berakibat PR naik)
4. Pindahnya orang sehat berakibat PR naik
5. Perbaikan Yankes berakibat PR turun
6. Masuknya orang rentan berakibat PR naik

HUBUNGAN ANTARA INSIDENSI DAN PREVALENSI :
Prevalensi = Semua. Angka Prevalensi dipengaruhi oleh Tingginya Insidensi dan Lamanya Sakit/Durasi Penyakit. Lamanya Sakit/Durasi Penyakit adalah Periode mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu : sembuh, mati ataupun kronis. 

Hubungan ketiga hal tersebut dabat dinyatakan dengan rumus
P = I x D
• P = Prevalensi
• I = Insidensi
• D = Lamanya Sakit

Rumus hubungan Insidensi dan Prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu :
a) . Nilai Insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan : Tidak menunjukkan perubahan yang mencolok.
b) . Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan yang terlalu mencolok.