Blessing in
disguise, bisa dikatakan begitu. Sebenarnya, perjalananku kemarin ke kota
bertuah, utamanya adalah karena pekerjaan.
Aku senang karena kota itu merupakan kota yang belum pernah aku
kunjungi, dan lagi, kakiku ini, yang biasanya hanya menjejak bumi jawa, kini
(akhirnya) menjejak bagian bumi lain, yaitu tanah sumatera. Di kota dengan plat
nomor BM ini aku akhirnya mengawali perjalananku mencoba mengelilingi
Indonesia.
Plat BM? Ya. Riau - Pekanbaru |
Untungnya, dalam
kunjungan singkatku ke Pekanbaru (baca: 2 hari). Aku masih diberi waktu
berjalan-jalan, yah setidaknya berkeliling kota. Sebenarnya, inginku, yang
namanya jalan-jalan (apalagi di kota yang belum pernah aku kunjungi) seharusnya
aku berkeliling menggunakan kendaraan umum setempat, mampir di tempat-tempat
yang menjadi land mark kota tersebut,
mengabadikan setiap moment dengan berfoto (haha, yang ini harus), yaah, semacam
backpacker itu, alih-alih menginap di hotel, dan jalan-jalan mengendarai Honda
Civic yang sangat manis ini dan hanya duduk manis di belakang sambil melihat
takjub ke jendela.
Tapi tak apa,
bersyukur, bisa menjejakkan kaki disini, dan ini beberapa yang sempat
tertangkap oleh kamera Optimus-ku.
Masjid Agung An-Nur Pekanbaru |
Entah, aku yang
tidak bisa menangkap suasana, atau bagaimana, bagiku kota ini hampir sama saja
seperti solo, atau jogja, kalau dilihat dari masih banyaknya pepohonan, minus
macet tentu saja. Tapi entah kenapa, aku ingin mengatakan kota ini mirip dengan
wonosobo. Mungkin karena aku melihat kota ini dari jendela kamar hotel, atau
jendela mobil yang sejuk tentu saja, karena ber-AC. Ternyata setelah berjalan
keluar, Pekanbaru ini panas, mudah sekali berkeringat hanya dengan berjalan
kaki sebentar saja. Ah, iya, tentu saja, kota ini memang sudah mendekati garis
equator, pasti kelembaban tinggi sehingga membuat kita mudah berkeringat.
Salam sore dari Pangeran |
Aku bukan ahlinya
tentu saja, tapi aku ingin menilai kota ini dari gaya bangunannya. Seperti
kota-kota di Bali yang khas dengan Pura nya dan gaya bangunan
ke-Hindu-Hindu-an. Pada beberapa bangunan di Pekanbaru, ke-khas-an yang bisa aku
tangkap adalah pada bagian ini.
Jika di Jogja, nama jalan ditampilkan beserta huruf jawa, di Bandung (kata teman) beserta huruf Sunda, maka di Pekanbaru nama jalan ditampilkan juga dengan huruf arab. |
Sepertinya, kota ini
juga terpengaruh dengan bahasa melayu, aku menemukan beberapa kata lucu yang,
sayangnya tidak tertangkap kamera. Aku melihat warung dengan info menu: sedia mie ayam dan Tulang Rusuk . Tulang Rusuk?
Mungkin maksudnya iga? Haha. Kemudian kata pabrik ponsel, sepertinya untuk
mengganti kata Counter hape. :D
Terakhir
perjalananku ditutup dengan makan durian lokal pekanbaru yang, emm, tebal
dagingnya, enak! Lalu jalan-jalan ke Pasar Bawah, yah, perlu sedikit tambahan
kenang-kenangan pernah di Pekanbaru bukan? Sebenarnya tidak ada yang menarik
hati untuk aku beli, tapi mungkin saja orang lain akan suka. Jadi kuhabiskan
sisa waktu untuk berbelanja, istirahat sebentar, dan ... Kembali terbang ke
Jakarta. Pulang. Baru kali ini aku berkata "pulang" untuk Jakarta.
***
Dan tak perlu kau risaukan
ujung perjalanan ini
(Sahabat Sejati - Sheila On 7)
ujung perjalanan ini
(Sahabat Sejati - Sheila On 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar