Salam, salam, salam,
Terimalah salam dari
kami, yang ingin maju bersama-sama..
400 anak dari usia 3 hingga 8
tahun memasuki ruangan, bersama-sama mereka menyanyi syair tersebut, suaranya bergema memenuhi ruangan,
membuat bulu kuduk meremang, bukan karena takut tapi takjub. Suara mereka membuatku merasakan aura ... apa
ya? aura takjub dan semangat mungkin. Para tamu
undangan lain sibuk tertawa senang dan memberikan tepuk tangan, tapi aku?
Tersenyum pun tak bisa, aku sibuk menahan diri agar tidak menangis! Entah
kenapa rasa haru muncul memenuhi kerongkonganku sehingga mataku berbayang penuh
air mata. Tapi aku tidak ingin menangis di tempat ramai seperti ini. Ah, kenapa
ya, aku cengeng sekali, hal begini saja membuatku ingin menangis.
Pernah dilain kali,
aku menonton film garuda di dadaku dan King bersama rafi, aku pun tak bisa
menahan untuk tidak menangis saat melihat tokoh utama mendapat semangat luar
biasa cinta pada tanah airnya, lagu garuda di dadaku bergema, kemenangan yang
dipersembahkan untuk negara. Hal begitu membuatku menangis terharu. Rafi,
adikku, menertawakanku.
Sepertinya, jika
sudah menjadi ibu nanti, mungkin aku adalah tipe ibu yang tidak akan bisa
berkomentar, dan hanya bisa menangis jika melihat anakku sekedar tampil di
panggung, membaca puisi, atau menyanyikan 'You are my everything'.
Haha, payah sekali.
Entah, patriotisme
over dosis, atau terlalu cinta pada anak-anak, atau memang karena cengeng, aku
menangis pada hal yang orang lain umumnya tidak akan menangis jika melihatnya.
Datang ke sebuah
acara AICINDA (Anak Indonesia Cinta
Damai) adalah sebuah kebetulan yang mengingatkanku pada kebiasaanku yang 'aneh' ini. Acara yang aku datangi setengah
hati hanya karena aku tidak menemukan alasan, untuk mengatakan tidak bisa
datang. Hingga akhir acara, aku masih sibuk bertepuk tangan sambil sedikit
mengusap air mata. :' )