Kalau kata Einstein, waktu itu seperti karet, elastis. Tergantung
dari siapa yang merasakannya, sedetik rasanya bisa seperti satu tahun,
satu tahun bisa terasa seperti hanya satu kedipan.
Karena
waktu itu terus saja berjalan -dengan atau tanpa kehendakku- kadang aku
sendiri sering tidak merasakan nilainya waktu. Maka dari itu mungkin ada
anonim yang menulis tentang nilai waktu. Katanya, untuk tahu nilai 1
tahun, tanyakan pada siswa yang gagal dalam ujian kelulusan. Untuk tahu
nilai 1 jam, tanyakan pada kekasih yang menanti waktu untuk bertemu, dan
untuk mengetahui nilai 1 menit, tanyakan pada orang yang ketinggalan
kereta.
Ya, waktu itu berharga, ditiap menit dan detiknya.
Pak ustadz kemarin juga berkata, jangan pernah berkata ingin
menghabiskan waktu, karena waktu itu akan benar-benar habis, hilang dan
tidak bisa diganti, maka manfaatkanlah.
Omong-omong soal
manfaat waktu, menurutku bayi dan kanak-kanak lah yang paling pintar
memanfaatkan waktu. Lebaran kemarin, aku bertemu Tata, sepupu, umurnya 1
lebih. Sekitar 2 ato 3 bulan yang lalu, Tata masih baru belajar
melangkah (belum berjalan). Bergerak dengan iming-iming mainan yang
dipegang ibu, ayah atau kakaknya. Kata yang terucap juga baru mbah,
mbak, dan ucapan tak jelas. Dua bulan berikutnya, yaitu sekarang. Dia
sudah lincah berjalan, tanpa bimbingan. Kata yang diucap juga sudah Bu
dan lebih banyak. Selama 2 bulan itu dia menjadi pembelajar ulung,
memanfaatkan waktunya untuk memulai cikal bakal mandiri dan membuka
jalur komunikasi, dengan berjalan sendiri (literally).
Lalu, diwaktu yang sama, bagaimana denganku?
*hening*
Eh, dalam heningpun ternyata memakan waktu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar