Kamis, 17 Juli 2014

Surat untuk mu, Sahabat


Berteman dengan mu selalu menyenangkan. Aku ingat, suatu  ketika sedang suntuk tiba-tiba kamu memberi solusi mengajakku ketempat dan melakukan hal yang sangat aku suka, ke pantai dan melihat senja. Untuk bepergian dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam, caramu mengajak seperti pergi ke warung membeli jajan, kepikiran dan langsung jalan. Aku ingat bahkan tak salah satu dari kita yang memakai jaket.

Betapa beruntungnya aku, langit yang  mendung saat itu, ternyata setengah jam menjelang terbenam matahari langit barat bebas awan. Senja sore itu, langit barat jingga merona dan aku hanya bisa tersenyum ternganga melihatnya. Kutoleh langit timur, kearah pandanganmu, dan kulihat pelangi. Aku hari itu bagai anak kecil yang dibelikan permen. Senang. 

Kapan hari lagi, begitu lagi, senja atau waktu lain, tempat sama atau tempat yang lain. Tak terasa terkumpul banyak folder file foto, yang jika aku ingat dengan siapa, maka jawabannya adalah denganmu waktu itu aku habiskan.  
 
Kemudian, suatu saat pernah kau utarakan tentang suatu kekhawatiran. Karena katamu tiba-tiba terpikir olehku, jangan-jangan, nanti akan ada lebih banyak kenangan seperti senja saat itu denganmu dibandingkan dengan suamiku kelak.

Maka, selain seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, ini lah sebenarnya alasan yang paling jujur dari sikapku yang mungkin kau anggap sebagai perubahan. Lalu sekejap saja rasanya, semua memburuk seperti sekarang. Dan aku kini... tak tahu harus bagaimana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar