Rabu, 06 Maret 2013

Kota Bertuah


 Blessing in disguise, bisa dikatakan begitu. Sebenarnya, perjalananku kemarin ke kota bertuah, utamanya adalah karena pekerjaan.  Aku senang karena kota itu merupakan kota yang belum pernah aku kunjungi, dan lagi, kakiku ini, yang biasanya hanya menjejak bumi jawa, kini (akhirnya) menjejak bagian bumi lain, yaitu tanah sumatera. Di kota dengan plat nomor BM ini aku akhirnya mengawali perjalananku mencoba mengelilingi Indonesia.
Plat BM? Ya. Riau - Pekanbaru

 Untungnya, dalam kunjungan singkatku ke Pekanbaru (baca: 2 hari). Aku masih diberi waktu berjalan-jalan, yah setidaknya berkeliling kota. Sebenarnya, inginku, yang namanya jalan-jalan (apalagi di kota yang belum pernah aku kunjungi) seharusnya aku berkeliling menggunakan kendaraan umum setempat, mampir di tempat-tempat yang menjadi land mark kota tersebut, mengabadikan setiap moment dengan berfoto (haha, yang ini harus), yaah, semacam backpacker itu, alih-alih menginap di hotel, dan jalan-jalan mengendarai Honda Civic yang sangat manis ini dan hanya duduk manis di belakang sambil melihat takjub ke jendela.


Tapi tak apa, bersyukur, bisa menjejakkan kaki disini, dan ini beberapa yang sempat tertangkap oleh kamera Optimus-ku. 


Masjid Agung An-Nur Pekanbaru

Entah, aku yang tidak bisa menangkap suasana, atau bagaimana, bagiku kota ini hampir sama saja seperti solo, atau jogja, kalau dilihat dari masih banyaknya pepohonan, minus macet tentu saja. Tapi entah kenapa, aku ingin mengatakan kota ini mirip dengan wonosobo. Mungkin karena aku melihat kota ini dari jendela kamar hotel, atau jendela mobil yang sejuk tentu saja, karena ber-AC. Ternyata setelah berjalan keluar, Pekanbaru ini panas, mudah sekali berkeringat hanya dengan berjalan kaki sebentar saja. Ah, iya, tentu saja, kota ini memang sudah mendekati garis equator, pasti kelembaban tinggi sehingga membuat kita mudah berkeringat.

Salam sore dari Pangeran

Aku bukan ahlinya tentu saja, tapi aku ingin menilai kota ini dari gaya bangunannya. Seperti kota-kota di Bali yang khas dengan Pura nya dan gaya bangunan ke-Hindu-Hindu-an. Pada beberapa bangunan di Pekanbaru, ke-khas-an yang bisa aku tangkap adalah pada bagian ini.

Jika di Jogja, nama jalan ditampilkan beserta huruf jawa, di Bandung (kata teman) beserta huruf Sunda, maka di Pekanbaru nama jalan ditampilkan juga dengan huruf arab.

Sepertinya, kota ini juga terpengaruh dengan bahasa melayu, aku menemukan beberapa kata lucu yang, sayangnya tidak tertangkap kamera. Aku melihat warung dengan info menu:  sedia mie ayam dan Tulang Rusuk . Tulang Rusuk? Mungkin maksudnya iga? Haha. Kemudian kata pabrik ponsel, sepertinya untuk mengganti kata Counter hape. :D

 Terakhir perjalananku ditutup dengan makan durian lokal pekanbaru yang, emm, tebal dagingnya, enak! Lalu jalan-jalan ke Pasar Bawah, yah, perlu sedikit tambahan kenang-kenangan pernah di Pekanbaru bukan? Sebenarnya tidak ada yang menarik hati untuk aku beli, tapi mungkin saja orang lain akan suka. Jadi kuhabiskan sisa waktu untuk berbelanja, istirahat sebentar, dan ... Kembali terbang ke Jakarta. Pulang. Baru kali ini aku berkata "pulang" untuk Jakarta.

***


Dan tak perlu kau risaukan
 ujung perjalanan ini 

(Sahabat Sejati - Sheila On 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar