Setelah lorong panjang dan gelap, setitik cerah diujung sana terasa sangat melegakan. Setelah beribu penat dalam keseharian dan kemonotonan, sedikit perubahan, keluar dari kebiasaan akan menyegarkan. Liburan! :))
Selalu senang dan tak pernah bosan menangkap senyum mereka. Selagi aku masih bisa.
Bapak selalu mengajarkan ku, tidak perlu terlalu seriuslah hidup ini. Hal gila itu perlu kadang-kadang. :D
Rabu, 28 Desember 2011
Seperti Cabut Gigi
Semarang, 28 Desember 2011, 22.54 WIB
Sungguh, kehilangan dan kegagalan, proses untuk melewatinya sangat mendewasakan. Kehilangan bisa dianalogikan seperti proses cabut gigi geraham. Ketika dicabut mungkin tidak sakit. Tapi terasa ada yang hilang. Tidak lama kemudian, baru sakit itu mulai terasa, menghentak-hentak sekali. Setelah sakitnya hilang, lidah akan bolak-balik mengecek pada posisi hilangnya gigi gerahamnya itu. Merasa gigi itu masih ada , tapi ternyata tidak ada. Memastikan ketidakberadaannya. Ada lubang disusunan gigi disana. Rahang kehilangan gigi gerahamnya. Seperti itu juga yang aku rasakan. Ada tempat yang seharusnya terisi, rasanya masih terisi, tapi ternyata sudah tidak ada.
Aku kehilangan.
Memang benar jika ada yang bilang, hal apa yang sangat tidak pasti di dunia ini? Itulah perasaan manusia. Justru semakin keras kita menggenggamnya, semakin kita menginginkannya, dia akan semakin terlepas, persis seperti menggenggam pasir.
Entah kenapa proses kehilangan itu berat. Mungkin karena ada bagian dari diri kita yang menolaknya, tapi kita memaksakannya untuk menerima. Seperti kebanyakan cara orang untuk melupakan perihal kehilangan itu, aku menjauhi semua aktivitas yang biasa aku lakukan tapi yang mengingatkanku padanya. Semua kenangan berusaha dihapus. Sebagian besar kebiasaan diubah. Hasilnya aku bukan diriku lagi. Mungkin itu yang menambah berat proses melupakan.
Tapi aku yakin, semua ini pasti berujung, suatu saat aku pasti bisa menceritakan ini dengan tanpa merasa menyedihkan, bahkan sambil tertawa. Saat itu pasti aku sudah lupa. Ya. Petaka yang tidak bisa diubah, obatnya adalah sabar dan lupa.
Sungguh, kehilangan dan kegagalan, proses untuk melewatinya sangat mendewasakan. Kehilangan bisa dianalogikan seperti proses cabut gigi geraham. Ketika dicabut mungkin tidak sakit. Tapi terasa ada yang hilang. Tidak lama kemudian, baru sakit itu mulai terasa, menghentak-hentak sekali. Setelah sakitnya hilang, lidah akan bolak-balik mengecek pada posisi hilangnya gigi gerahamnya itu. Merasa gigi itu masih ada , tapi ternyata tidak ada. Memastikan ketidakberadaannya. Ada lubang disusunan gigi disana. Rahang kehilangan gigi gerahamnya. Seperti itu juga yang aku rasakan. Ada tempat yang seharusnya terisi, rasanya masih terisi, tapi ternyata sudah tidak ada.
Aku kehilangan.
Memang benar jika ada yang bilang, hal apa yang sangat tidak pasti di dunia ini? Itulah perasaan manusia. Justru semakin keras kita menggenggamnya, semakin kita menginginkannya, dia akan semakin terlepas, persis seperti menggenggam pasir.
Entah kenapa proses kehilangan itu berat. Mungkin karena ada bagian dari diri kita yang menolaknya, tapi kita memaksakannya untuk menerima. Seperti kebanyakan cara orang untuk melupakan perihal kehilangan itu, aku menjauhi semua aktivitas yang biasa aku lakukan tapi yang mengingatkanku padanya. Semua kenangan berusaha dihapus. Sebagian besar kebiasaan diubah. Hasilnya aku bukan diriku lagi. Mungkin itu yang menambah berat proses melupakan.
Tapi aku yakin, semua ini pasti berujung, suatu saat aku pasti bisa menceritakan ini dengan tanpa merasa menyedihkan, bahkan sambil tertawa. Saat itu pasti aku sudah lupa. Ya. Petaka yang tidak bisa diubah, obatnya adalah sabar dan lupa.
Belajar dewasa
Mungkin ini lebay ya, tapi aku merasa sangat kehilangan. Dia sebenarnya masih ada, dia tidak mati. Dia hidup disana dengan kehidupannya. Alamat kosnya masih sama, bahkan no hapenya jg sepertinya masih sama. Ak masih punya dan aku masih ingat no hapenya, rumahnya, kosnya. Hanya saja ak tak bisa menemuinya lagi skrg. Mungkin disitulah letak kehilangannya. Dia ada, dia bisa dijangkau. Tapi tidak bisa ak temui seperti biasanya. Seandainya mau ak pasti bisa melihatnya, tapi aku tak bisa.
Kota ini terlalu banyak memberikan kenangan tentang dia.
Dulu ketika masih kecil, jika kita ingin menemui teman, kita akan datang saja, tidak peduli kita habis bertengkar atau apa. Tapi sekarang ketika telah dewasa, manusia menjadi lebih rumit, lebih mementingkan harga diri atau apalah. Bahkan seperti sekarang ini, aku masih ingin menemuinya. Tapi karena ak sudah besar sekarang, aku tidak bisa menemuimu dengan alasan yang rumit.
Sebenarnya proses kehilangan, adalah proses pembelajaran yang paling baik untuk menjadi dewasa. Hampir sama dengan kegagalan.
Semarang, 14 desember 2011.
Kota ini terlalu banyak memberikan kenangan tentang dia.
Dulu ketika masih kecil, jika kita ingin menemui teman, kita akan datang saja, tidak peduli kita habis bertengkar atau apa. Tapi sekarang ketika telah dewasa, manusia menjadi lebih rumit, lebih mementingkan harga diri atau apalah. Bahkan seperti sekarang ini, aku masih ingin menemuinya. Tapi karena ak sudah besar sekarang, aku tidak bisa menemuimu dengan alasan yang rumit.
Sebenarnya proses kehilangan, adalah proses pembelajaran yang paling baik untuk menjadi dewasa. Hampir sama dengan kegagalan.
Semarang, 14 desember 2011.
Jumat, 18 November 2011
Love is like?
Love, Like
Mencintai itu hal yang rumit. Suatu ketika aku mencintai seseorang atau sesuatu, tetapi juga tidak menyukai semua atau setiap detil dari dirinya.
Mencintai secara utuh, may be that's the true love is.
ketika aku mencintai seseorang, ternyata aku bisa menyukai orang lain. Menyukai sifat orang lain.
Seandainya, kamu bisa seperti orang yang aku sukai, maka lengkap lah cinta yang aku punya. Mencintai juga menyukai.
Mencintai itu hal yang rumit. Suatu ketika aku mencintai seseorang atau sesuatu, tetapi juga tidak menyukai semua atau setiap detil dari dirinya.
Mencintai secara utuh, may be that's the true love is.
ketika aku mencintai seseorang, ternyata aku bisa menyukai orang lain. Menyukai sifat orang lain.
Seandainya, kamu bisa seperti orang yang aku sukai, maka lengkap lah cinta yang aku punya. Mencintai juga menyukai.
Senin, 31 Januari 2011
BELAJAR DARI CARA NYUPIR
Seandainya hidup ini kita ibaratkan dengan berjalan menuju tujuan, menggunakan kendaraan dengan mobil, ato motor, maka kita lah supirnya. Kita dong yang mengatur jalannya motor kita, mau ngegas pol biar cepet nyampe, ato slow aja yang penting sampai, toh yang penting sampai tujuan. Kita bisa aja nyupir ugal-ugalan gak pake tengok kanan kiri asal gebut, atau jalan pelan, sambil ndengerin musik, nyanyi, enjoy our life, smiling happy.
Aku jadi mikir, terus kalo dihubungin masa lalu kita, dimana ya posisinya kalo nyupir?? Terkadang kita, atau aku lebih tepatnya sering terlalu berenang-renang dalam kenangan dulu. mungkin seharusnya menengok masa lalu itu baiknya kita ibaratkan dengan menengok spion, kita perlu nengok sekali-kali dan gak terlalu lama sambil tetap konsentrasi ke depan biar kita pastikan kita aman untuk langkah yang akan kita ambil berikutnya, mungkin segitu aja porsinya, gak lebih. Kalo terlalu lama, nabraklah kita. iya kan?
Aku jadi mikir, terus kalo dihubungin masa lalu kita, dimana ya posisinya kalo nyupir?? Terkadang kita, atau aku lebih tepatnya sering terlalu berenang-renang dalam kenangan dulu. mungkin seharusnya menengok masa lalu itu baiknya kita ibaratkan dengan menengok spion, kita perlu nengok sekali-kali dan gak terlalu lama sambil tetap konsentrasi ke depan biar kita pastikan kita aman untuk langkah yang akan kita ambil berikutnya, mungkin segitu aja porsinya, gak lebih. Kalo terlalu lama, nabraklah kita. iya kan?
Langganan:
Postingan (Atom)