Sabtu, 24 November 2012

Jawa & Njawa


"Kamu itu orang jawa yang gak tau adat ya!" seru temanku suatu ketika.
Deg! Aku tidak pernah di katakan begitu oleh orang lain sebelumnya. Aku melongo dan terdiam, teman-teman satu kantor yang lain tertawa seketika mendengar kata itu. Mereka paham maksud asli perkataan itu adalah aku itu orang jawa, tapi tidak begitu mengetahui adat istiadatku sendiri, adat jawa. Tetapi cara temanku berkata seolah-olah aku ini anak yang tidak tahu adat, tidak tahu sopan santun, karena itu mereka spontan menertawakanku.

Awal mulanya, kami sedang membicarakan nama motif batik dan asal tempatnya. Waktu itu yang kebetulan hari jumat, sebagian besar pegawai kantor memakai batik. Aku ditanya,

"Eh, kamu kan yang orang jawa, yang ini batik apa? Dari mana? "
Aku cuma tersenyum, dan "dari mana ya? Nggak tahu,"
"Ih, kamu tu orang jawa apa orang mana si? Dulu ditanya lagu daerah yang 'duku opo salak' nggak ngerti, batik juga nggak ngerti "
Aku cuma tertawa dan ber-ha-ha, he-he. Dan Keluarlah kata-kata itu.
"Kamu itu orang jawa yang gak tau adat ya!"

Tapi, benar sekali, aku memang jawa yang tidak njawa, punya batik cuma beberapa, cuma butuh satu tangan untuk menghitungnya. :D. Tahu tentang batik, juga tidak, padahal batik kan sekarang sudah modern, tetapi aku tetap tidak pernah berusaha mencari tahu. Ah, aku memang sepertinya tidak pantas disebut orang jawa. Karena itu akhirnya aku mulai bertanya pada yang-selalu-bisa -menjawab-pertanyaan. Google. Hingga kemudian, dari sekian banyak motif dan filosofinya, aku menemukan satu batik yang dari namanya saja langsung menarik hatiku. Truntum.

motif truntum

Asal kata tumaruntum  yang berarti cinta yang tumbuh kembali. Pencipta motif ini adalah Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III).Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat,abadi dan semakin lama terasa semakin subur berkembang.  

Konon Gusti Kanjeng Ratu Kencana menciptakan batik ini dalam keadaan sedih karena beliau terancam diceraikan oleh suaminya yang bermaksud menikahi dan mengangkat permaisuri lain. Dalam keadaan itu beliau mengasingkan diri. Dan ketika malam tiba beliau melihat bintang dan kemudian menciptakan motif ini. Jadi inspirasinya adalah bintang di langit. Bintang simbol dari kesetiaan dan kasih tanpa menuntut balas. Dan ketika Paku Buwana III mengetahuinya beliau merasa sangat tersentuh dan membatalkan rencana pernikahannya dan Kanjeng Ratu Kencana tetap sebagai ratu.

Ternyata dari motif batik yang sederhana yang seperti bertabur cahaya bintang di langit coklat tua itu mengandung makna yang dalam dari si pembuatnya. Dan itu hanya sekelumit dari seni dan filosofi batik yang begitu beragam. Belum lagi tentang kebudayaan yang lain. Ah, jawa, ternyata baru sedikit saja aku mengenalinya. Baiklah, aku terima, aku memang jawa yang belum njawa, dan bolehlah dikatakan seperti kata temanku-dengan sedikit perubahan-," Jawa yang 'belum' tahu adat !" :D


*Foto dan sejarah dari berbagai sumber.

2 komentar:

  1. yup! konon hasil batik itu mencerminkan hati yang mbuat

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa, so sweet nik, :')
      sayang, telat banget aku belajar batiknya. :D

      Hapus